Jumat, 29 September 2017

NILAI PEDULI TERHADAP
TOLERANSI
ANTAR UMAT  BERAGAMA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Dasar dan Konsep Pendidikan Moral

Dosen :
Dr. H. Sarbaini, M,Pd.



OLEH :

ANDYA AGISA
[1610112220003]


FAKULTAS KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
NILAI PEDULI TERHADAP TOLERANSI
ANTAR UMAT  BERAGAMA
Toleransi Sebagai Kunci Perdamaian Dunia

I
ndonesia merupakan Negara yang terdiri dari beragam jenis budaya dan agama. Oleh karena itu sikap toleransi harus dimiliki masyarakatnya untuk menghindari timbulnya potensi konflik. Salah satu konflik yang akhir akhir ini marak terjadi di Indonesia adalah konflik agama. Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia telah mengungkapkan betapa besarnya kontribusi agama dalam perjuangan kemerdekaan, dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Banyak pahlawan yang terlahir dan turut berjuang karena panggilan agamanya.
Agama di Indonesia memiliki posisi yang terhormat, dan indonesia menanamkan karakter saling menghormati dalam kehidupannya lewat budaya dan agamanya. Namun ironisnya, konflik yang mengatasnamakan agama mulai timbul di Indonesia, dan meningkat tajam dengan semakin berkembangnya gerakan ekstremis agama di Indonesia.
Tidak melihat ras atau agama siapapun menginginkan perdamaian, namun tidaklah mudah untuk mewujudkan perdamaian. Karena itu manusia harus tekun memperjuangkan perdamaian, dan perjuangan perdamaian mestinya nir kekerasan. Esai ini akan membahas tentang peran agama membentuk pemuda toleran dalam memelihara perdamaian.
Toleransi kunci Perdamaian
Perdamaian tidak akan bisa dicapai secara instan. Untuk mencapainya perlu perkembangan dan proses berkelanjutan. Tanpa adanya perdamaian, kesejahteraan masyarakat dalam bidang ekonomi dan politik tidak mungkin tercapai. Hal ini dikarenakan tidak adanya sikap toleransi yang memungkinkan keharmonisan dan kerjasama sosial antar masyarakatnya.
Toleransi sendiri adalah menghargai perbedaan dan kemampuan untuk hidup dan membiarkan orang lain hidup dengan hidupnya. Toleransi merupakan kemampuan untuk memberikan sikap yang objektif dan adil pada pendapat, prilaku, ras, dan agama yang berbeda. Bukan hanya sekedar tidak memperdulikan perbedaan, toleransi lebih mengarahkan manusia untuk menunjukan rasa hormat pada perbedaan tiap tiap manusia.
Toleransi merupakan salah satu kunci utama dalam memelihara perdamaian dan menjauhi konflik dalam kehidupan bermasyarakat  (Yusuf, 2013). Dengan adanya toleransi bahkan ketika ada konflik, kelompok yang berkonflik akan menahan rasa sakit masa lalu dan menyelesaikan perbedaan secara damai. Perpecahan dan konflik pasti akan terlahir tanpa adanya sikap toleransi.
Pada dasarnya, manusia diciptakan dengan berbagai macam perbedaan. Lokasi hidup, agama yang dianut, pendidikan, keadaan sosial akan membentuk karakter dan nilai- nilai yang di miliki seseorang. Nilai nilai hidup yang berbeda sangat rentan menimbulkan sebuah kesalahpahaman dalam komunikasi tanpa adanya toleransi akan perbedaan. Hanya dengan rasa saling percaya masyarakat dapat membangun perdamaian.
Rasa saling percaya harus dibangun dengan pendidikan karakter yang mendukung rasa pengertian, toleransi, saling hormat, dan komunikasi. Bibit bibit perdamaian dan toleransi beragama ini harus ditanamkan sejak dini didalam diri anak anak, agar generasi penerus bangsa yang terbentuk adalah generasi cinta damai.

Generasi Baru Cinta Damai
Generasi masa depan bangsa adalah penentu masa depan bangsa. Bangsa yang berhasil adalah bangsa yang masyarakatnya cinta damai. Dengan lahirnya generasi cinta damai diharapkan masyarakat Indonesia akan memiliki toleransi dan terbebas dari konflik yang menjerumuskan ke jurang perpecahan destruktif dan berkepanjangan.
Generasi cinta damai terdiri dari sumber daya manusia dengan rasa toleransi yang tinggi yang dibentuk dengan pendidikan dan pembentukan karakter yang baik. Karakter yang harus ditanamkan pada generasi penerus antara lain hidup dalam damai dan kepedulian, kesadaran untuk menolak segala bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM, kemampuan berbagi dan menghormati. keterbukaan dan komunikasi, serta toleransi akan perbedaan baik etnis, budaya, dan agama.
Penanaman benih benih toleransi ini dapat dilakukan dengan beragam aktivitas seperti drama, nyanyian, puisi, proyek, dan peningkatan kesadaran seseorang dalam hal perbedaan nilai budaya dan agama secara lokal, nasional, dan global.
Sikap perdamaian dan persaudaraan dalam menghargai hak-hak asasi manusia harus juga ditegakkan untuk mencapai persatuan dan kesatuan umat manusia. Sebab persatuan yang kuat akan menimbul-kan kekuatan dan menghindari kehinaan dan kelemahan (Supriyanto, 2013).
Semakin sering generasi muda ditempa dan di didik akan gambaran positif, serta keunikan nilai budaya dan agama lain, semakin sulit mereka untuk mencari kesalahan orang lain, sehingga menumbuhkan rasa toleransi  dan saling menghormati diantara mereka. Ketika setiap orang saling menghormati dan menjunjung tinggi satu sama lain, mereka dapat hidup dan bekerja sama demi kesejahteraan bersama.

Agama dan Benih Perdamaian
Agama agama yang ada di dunia ini dapat digunakan sebagai media pengembang generasi cinta damai. Tiap agama dan para utusannya memiliki misi untuk membawa pesan perdamaian. Apalagi, budaya dan agama sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas manusia. Ancaman bagi keberlangsungan agama dan budaya, akan membahayakan karakter keterbukaan dan kepercayaan diri, yang akan merusak hubungan nilai nilai karakter budaya semua orang (The Baku Youth Initiative, 2008).
Indonesia merupakan sebuah negara multi kultural dan agama yang masyarakatnya terdiri dari orang dengan berbagai macam nilai. Masyarakat Indonesia memiliki  berbagai macam agama yang dianut, dan konflik agama berpotensi tinggi untuk timbul karena adanya kesalahpahaman dan kekurangpahaman para penganut agama akan agamanya sendiri dan memaksakan keyakinan tanpa menghormati hak orang lain.
Indonesia membutuhkan seorang figur yang dapat menerjemahkan konsep nilai nilai agama dan membumikannya dalam kehidupan masyarakat (Muqoyyidin, 2012). Oleh karena itu, Generasi cinta damai tidak hanya memilik tuntutan karakter yang baik, namun harus berpendidikan dan pintar untuk menjembatani perbedaan yang ada di Indonesia.
Untuk dapat menjadikan agama sebagai media pengembang generasi cinta damai, masyarakat perlu persiapan dan beradaptasi. Dibutuhkan adanya solidaritas komunitas yang kuat, serta penerapan nilai nilai sosial dan agama yang tidak ada unsur politis. Membangun pengertian dan toleransi antar agama juga dapat dilakukan dengan dialog antar agama. Dialog antar agama dapat membuka pikiran dan menanamkan sikap saling menghormati, harga diri, dan kebebasan dalam beragama.

Realita Toleransi Agama Dunia
Sejumlah agama besar di dunia, beserta tokoh sentralnya, seperti Islam dengan Muhammad, Kristen dengan Jesus, ataupun Budha dengan Sidharta Gautamanya, telah mengajarkan prinsip-prinsip kedamaian dan sikap toleransi kepada pihak yang berbeda dengannya serta memberikan teladan bahwasanya agama bukan semata ritual vertikal, Sikap saling menghargai akan sebuah perbedaan inilah yang kemudian akan menjadikan agama sebagai sebuah entitas yang berisikan kedamaian dan kasih sayang (Widagdo, 2013).
Agama-agama memiliki misi perdamaian dan umat beragama memimpikan bagaimana perdamaian terwujud dalam hidup mereka. Namun ironisnya, beberapa umat beragama melakukan hal yang bertentangan ajaran damai agamanya  (Tong, 2010).
Ketika umat kelompok agama memutlakan agamanya tanpa saling menghormati, hal ini dapat memicu konflik yang berasal dari memaksakan keyakinan. Padahal, keberagaman keyakinan adalah fakta, tetapi memaksakan keyakinan seseorang kepada orang lain merupakan pelanggaran terhadap martabat kemanusiaan  (Hapsin, Komarudin, & Imroni, 2014).
Salah satu penyebab lahirnya konflik disebabkan oleh stereotype satu kelompok terhadap kelompok lain yang berbeda agama. Beberapa kasus yang diikuti oleh upaya saling serang, saling membunuh, membakar rumah-rumah ibadah dan tempat-tempat bernilai bagi masing-masing pemeluk agama telah terjadi dimana-mana di muka bumi ini.
Bentuk bentuk stereotype yang mulai berkembang di dunia menandakan krisis kemanusiaan akan toleransi beragama. Sebagai contoh adalah dikenalnya umat Islam sebagai umat yang radikal, tidak toleran, teroris, fundamentalis dan sangat subjektif dalam memandang kebenaran agama lain.
Bahaya konflik antar umat beragama ini telah menimbulkan tragedi yang sebenarnya dapat dicegah dengan adanya toleransi dan kesadaran masyarakat akan nilai  kemanusiaan.
Beberapa kasus yang telah terjadi antara lain konflik di Moro Filipina (Islam dengan Kristen), pembantaian muslim Rohingnya oleh umat Budha di Myammar, bentrokan sektarian di kota Boda, dan Republik Afrika Tengah antara orang Muslim dengan orang Kristen (Yunus, 2014).
Di Indonesia sendiri telah muncul berbagai macam konflik agama seperti konflik di Poso antara umat Islam dengan Kristen, konflik agama di Bogor, serta konflik Sunni-Syiah di Jawa Timur.
Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama lain, menyebabkan para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, dan kurang menghormati bahkan memandang rendah agama lain. kurangnya saling pengertian dalam menghadapi perbedaan pendapat dan pemahaman yang liberal (bebas) tanpa mengikuti kaidah kaidah pemahaman yang ada menyebabkan komunikasi antar agama tidak berjalan dengan baik.
Untuk menghentikan munculnya kasus kasus konflik agama seperti ini dibutuhkan kearifan dari semua pihak dan gerakan pemuda yang memiliki kesadaran kemanusiaan agar potensi yang telah ada dapat diredam untuk menciptakan Indonesia indah dan bebas dari konflik agama yang berlarut-larut.





Solusi Krisis Kemanusiaan, Toleransi Konflik
Para pemuda dan kelompok pemuda punya peran tak tergantikan dalam menjembatani perdamaian antar agama.  Diskriminasi dalam bentuk islamophobia, chrostianophobia, dan lain lain harus dimusnahkan dengan mengangkat nilai toleransi dan perlindungan dari kelompok ekstremis.
Pendekatan multikultural merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan guna mengeliminasi setidak-tidaknya mengurangi konflik sosial yang sering muncul selama ini terutama konflik antaretnis dan antaragama di Indonesia yang masyarakatnya memang multietnis dan multiagama. (Rahawarin, 2013)
Selain Pemahaman multikulturalisme, integrasi semua pihak dan solidaritas perlu ditingkatkan. Kita perlu mengembangkan generasi cinta damai yang pintar, sebuah generasi yang mampu mengelola berbagai perbedaan bangsa demi pembangunan.Komunikasi antar budaya dan agama perlu terinterpretasikan dengan arif, oleh karenanya dibutuhkan lahirnya para pemimpin teladan yang cinta damai.
Kita di Indonesia selalu bersemboyan Bhinneka tunggal Ika yang berarti “berbeda beda tapi satu”. Selayaknya kita membenahi diri dan menunjukan nilai toleransi yang kita elu elukan sebagai semboyan bangsa dalam kehidupan kita sehari hari. Diperlukan keseriusan dalam mewujudkan spirit kesatuan dalam kebhinekaan atau kesepakatan dalam perbedaan dengan didukung penuh terutama oleh para tokoh agamawan, cendekiawan, dan Negara.
Perdamaian tidak mungkin bisa dicapai tanpa adanya sikap toleransi dari semua pihak. Mari kita mulai dari diri kita sendiri, dan didik generasi cinta damai untuk memimpin di masa depan nanti.
Dari benih benih yang kita tanamkan, suatu saat akan menumbuhkan para pemuda teladan calon pemimpin yang toleran pembawa perdamaian. Oleh karena itu, Budaya saling mengerti dan menghormati dalam toleransi yang mulai redup harus kita hidupkan kembali. Jangan ada diskriminasi antar agama dan etnis akan berujung konflik tragedi terulang kembali di negri pertiwi.



SUMBER

Hapsin, A., Komarudin, & Imroni, M. A. (2014). Urgensi Regulasi Penyelesaian Konflik Umat Beragama: Perspektif Tokoh Lintas Agama. Walisongo , 351-280.
Muqoyyidin, A. W. (2012). Potret Konflik Bernuansa Agama di Indonesia. Analisis , 315-340.
Rahawarin, Y. (2013). Kerjasama Antar Umat Beragama: Studi Rekonsiliasi Konflik Agama di Maluku dan Tual. Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam , 95-120.
Supriyanto. (2013). Perdamaian dan Kemanusiaan dalam Pandangan Islam. Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam , 307-320.
Susan, N. Pengembangan Perdamaian antar Komunitas Beragama.
The Baku Youth Initiative. (2008). Beyond Religious Differences. Baku Conference   (págs. 1-6). Baki: The Baku Youth Initiative.
Tong, S. (2010). Agama dan Misi Perdamaian. Reformed Center For Religion & Society (págs. 2-3). Jakarta: Reformed Center For Religion & Society.
Widagdo, H. H. (2013). Dualisme Agama : Menilik Peranannya atas Kedamaian dan  Kesengsaraan. ESENSIA , 146-160.
Yunus, F. M. (2014). Konflik Agama di Indonesia. Substansia , 216-228.

Yusuf, H. O. (2013). Promoting Peaceful Co-Existence and Religious Tolerance through Supplementary Readers and Reading Comprehension Passages in Basic Education Curriculum. International Journal of Humanities and Social                        Science , 224-232.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar