NILAI
PEDULI TERHADAP
TOLERANSI
ANTAR UMAT BERAGAMA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata
kuliah
Dasar dan Konsep Pendidikan Moral
Dosen :
Dr. H. Sarbaini, M,Pd.
OLEH :
ANDYA AGISA
[1610112220003]
FAKULTAS
KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
NILAI
PEDULI TERHADAP TOLERANSI
ANTAR
UMAT BERAGAMA
Toleransi
Sebagai Kunci Perdamaian Dunia
I
|
ndonesia merupakan Negara yang
terdiri dari beragam jenis budaya dan agama. Oleh karena itu sikap toleransi
harus dimiliki masyarakatnya untuk menghindari timbulnya potensi konflik. Salah
satu konflik yang akhir akhir ini marak terjadi di Indonesia adalah konflik
agama. Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia telah mengungkapkan betapa
besarnya kontribusi agama dalam perjuangan kemerdekaan, dan mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia. Banyak pahlawan yang terlahir dan turut
berjuang karena panggilan agamanya.
Agama di Indonesia memiliki
posisi yang terhormat, dan indonesia menanamkan karakter saling menghormati
dalam kehidupannya lewat budaya dan agamanya. Namun ironisnya, konflik yang
mengatasnamakan agama mulai timbul di Indonesia, dan meningkat tajam dengan
semakin berkembangnya gerakan ekstremis agama di Indonesia.
Tidak melihat ras atau agama siapapun
menginginkan perdamaian, namun tidaklah mudah untuk mewujudkan perdamaian.
Karena itu manusia harus tekun memperjuangkan perdamaian, dan perjuangan
perdamaian mestinya nir kekerasan. Esai ini akan membahas tentang peran agama
membentuk pemuda toleran dalam memelihara perdamaian.
Toleransi kunci Perdamaian
Perdamaian tidak akan bisa
dicapai secara instan. Untuk mencapainya perlu perkembangan dan proses
berkelanjutan. Tanpa adanya perdamaian, kesejahteraan masyarakat dalam bidang
ekonomi dan politik tidak mungkin tercapai. Hal ini dikarenakan tidak adanya
sikap toleransi yang memungkinkan keharmonisan dan kerjasama sosial antar
masyarakatnya.
Toleransi sendiri adalah
menghargai perbedaan dan kemampuan untuk hidup dan membiarkan orang lain hidup
dengan hidupnya. Toleransi merupakan kemampuan untuk memberikan sikap yang
objektif dan adil pada pendapat, prilaku, ras, dan agama yang berbeda. Bukan
hanya sekedar tidak memperdulikan perbedaan, toleransi lebih mengarahkan manusia
untuk menunjukan rasa hormat pada perbedaan tiap tiap manusia.
Toleransi merupakan salah satu kunci
utama dalam memelihara perdamaian dan menjauhi konflik dalam kehidupan
bermasyarakat (Yusuf, 2013). Dengan adanya toleransi bahkan ketika
ada konflik, kelompok yang berkonflik akan menahan rasa sakit masa lalu dan
menyelesaikan perbedaan secara damai. Perpecahan dan konflik pasti akan
terlahir tanpa adanya sikap toleransi.
Pada dasarnya, manusia
diciptakan dengan berbagai macam perbedaan. Lokasi hidup, agama yang dianut,
pendidikan, keadaan sosial akan membentuk karakter dan nilai- nilai yang di
miliki seseorang. Nilai nilai hidup yang berbeda sangat rentan menimbulkan
sebuah kesalahpahaman dalam komunikasi tanpa adanya toleransi akan perbedaan.
Hanya dengan rasa saling percaya masyarakat dapat membangun perdamaian.
Rasa saling percaya harus dibangun
dengan pendidikan karakter yang mendukung rasa pengertian, toleransi, saling
hormat, dan komunikasi. Bibit bibit perdamaian dan toleransi beragama ini harus
ditanamkan sejak dini didalam diri anak anak, agar generasi penerus bangsa yang
terbentuk adalah generasi cinta damai.
Generasi Baru
Cinta Damai
Generasi masa depan bangsa
adalah penentu masa depan bangsa. Bangsa yang berhasil adalah bangsa yang masyarakatnya
cinta damai. Dengan lahirnya generasi cinta damai diharapkan masyarakat
Indonesia akan memiliki toleransi dan terbebas dari konflik yang menjerumuskan
ke jurang perpecahan destruktif dan berkepanjangan.
Generasi cinta damai terdiri
dari sumber daya manusia dengan rasa toleransi yang tinggi yang dibentuk dengan
pendidikan dan pembentukan karakter yang baik. Karakter yang harus ditanamkan
pada generasi penerus antara lain hidup dalam damai dan kepedulian, kesadaran
untuk menolak segala bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM, kemampuan berbagi
dan menghormati. keterbukaan dan komunikasi, serta toleransi akan perbedaan
baik etnis, budaya, dan agama.
Penanaman benih benih
toleransi ini dapat dilakukan dengan beragam aktivitas seperti drama, nyanyian,
puisi, proyek, dan peningkatan kesadaran seseorang dalam hal perbedaan nilai
budaya dan agama secara lokal, nasional, dan global.
Sikap perdamaian dan persaudaraan
dalam menghargai hak-hak asasi manusia harus juga ditegakkan untuk mencapai
persatuan dan kesatuan umat manusia. Sebab persatuan yang kuat akan
menimbul-kan kekuatan dan menghindari kehinaan dan kelemahan (Supriyanto,
2013).
Semakin sering generasi muda
ditempa dan di didik akan gambaran positif, serta keunikan nilai budaya dan
agama lain, semakin sulit mereka untuk mencari kesalahan orang lain, sehingga
menumbuhkan rasa toleransi dan saling menghormati diantara mereka. Ketika
setiap orang saling menghormati dan menjunjung tinggi satu sama lain, mereka
dapat hidup dan bekerja sama demi kesejahteraan bersama.
Agama dan Benih Perdamaian
Agama agama yang ada di dunia
ini dapat digunakan sebagai media pengembang generasi cinta damai. Tiap agama
dan para utusannya memiliki misi untuk membawa pesan perdamaian. Apalagi,
budaya dan agama sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas manusia.
Ancaman bagi keberlangsungan agama dan budaya, akan membahayakan karakter
keterbukaan dan kepercayaan diri, yang akan merusak hubungan nilai nilai
karakter budaya semua orang (The Baku Youth Initiative, 2008).
Indonesia merupakan sebuah
negara multi kultural dan agama yang masyarakatnya terdiri dari orang dengan
berbagai macam nilai. Masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam agama
yang dianut, dan konflik agama berpotensi tinggi untuk timbul karena adanya kesalahpahaman
dan kekurangpahaman para penganut agama akan agamanya sendiri dan memaksakan
keyakinan tanpa menghormati hak orang lain.
Indonesia membutuhkan seorang
figur yang dapat menerjemahkan konsep nilai nilai agama dan membumikannya dalam
kehidupan masyarakat (Muqoyyidin, 2012). Oleh karena itu, Generasi cinta damai
tidak hanya memilik tuntutan karakter yang baik, namun harus berpendidikan dan
pintar untuk menjembatani perbedaan yang ada di Indonesia.
Untuk dapat menjadikan agama
sebagai media pengembang generasi cinta damai, masyarakat perlu persiapan dan
beradaptasi. Dibutuhkan adanya solidaritas komunitas yang kuat, serta penerapan
nilai nilai sosial dan agama yang tidak ada unsur politis. Membangun pengertian
dan toleransi antar agama juga dapat dilakukan dengan dialog antar agama.
Dialog antar agama dapat membuka pikiran dan menanamkan sikap saling
menghormati, harga diri, dan kebebasan dalam beragama.
Realita Toleransi Agama Dunia
Sejumlah agama besar di
dunia, beserta tokoh sentralnya, seperti Islam dengan Muhammad, Kristen dengan
Jesus, ataupun Budha dengan Sidharta Gautamanya, telah mengajarkan
prinsip-prinsip kedamaian dan sikap toleransi kepada pihak yang berbeda
dengannya serta memberikan teladan bahwasanya agama bukan semata ritual
vertikal, Sikap saling menghargai akan sebuah perbedaan inilah yang kemudian
akan menjadikan agama sebagai sebuah entitas yang berisikan kedamaian dan kasih
sayang (Widagdo, 2013).
Agama-agama memiliki misi
perdamaian dan umat beragama memimpikan bagaimana perdamaian terwujud dalam
hidup mereka. Namun ironisnya, beberapa umat beragama melakukan hal yang
bertentangan ajaran damai agamanya (Tong, 2010).
Ketika umat kelompok agama memutlakan
agamanya tanpa saling menghormati, hal ini dapat memicu konflik yang berasal dari
memaksakan keyakinan. Padahal, keberagaman keyakinan adalah fakta, tetapi
memaksakan keyakinan seseorang kepada orang lain merupakan pelanggaran terhadap
martabat kemanusiaan (Hapsin, Komarudin, & Imroni, 2014).
Salah satu penyebab lahirnya
konflik disebabkan oleh stereotype satu kelompok terhadap kelompok lain yang
berbeda agama. Beberapa kasus yang diikuti oleh upaya saling serang, saling
membunuh, membakar rumah-rumah ibadah dan tempat-tempat bernilai bagi
masing-masing pemeluk agama telah terjadi dimana-mana di muka bumi ini.
Bentuk bentuk stereotype yang mulai
berkembang di dunia menandakan krisis kemanusiaan akan toleransi beragama.
Sebagai contoh adalah dikenalnya umat Islam sebagai umat yang radikal, tidak
toleran, teroris, fundamentalis dan sangat subjektif dalam memandang kebenaran
agama lain.
Bahaya konflik antar umat
beragama ini telah menimbulkan tragedi yang sebenarnya dapat dicegah dengan
adanya toleransi dan kesadaran masyarakat akan nilai kemanusiaan.
Beberapa kasus yang telah
terjadi antara lain konflik di Moro Filipina (Islam dengan Kristen),
pembantaian muslim Rohingnya oleh umat Budha di Myammar, bentrokan sektarian di
kota Boda, dan Republik Afrika Tengah antara orang Muslim dengan orang Kristen
(Yunus, 2014).
Di Indonesia sendiri telah
muncul berbagai macam konflik agama seperti konflik di Poso antara umat Islam
dengan Kristen, konflik agama di Bogor, serta konflik Sunni-Syiah di Jawa
Timur.
Kurangnya pengetahuan para
pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama lain, menyebabkan para pemeluk
agama tidak mampu menahan diri, dan kurang menghormati bahkan memandang rendah
agama lain. kurangnya saling pengertian dalam menghadapi perbedaan pendapat dan
pemahaman yang liberal (bebas) tanpa mengikuti kaidah kaidah pemahaman yang ada
menyebabkan komunikasi antar agama tidak berjalan dengan baik.
Untuk menghentikan munculnya kasus
kasus konflik agama seperti ini dibutuhkan kearifan dari semua pihak dan
gerakan pemuda yang memiliki kesadaran kemanusiaan agar potensi yang telah ada
dapat diredam untuk menciptakan Indonesia indah dan bebas dari konflik agama
yang berlarut-larut.
Solusi Krisis Kemanusiaan, Toleransi
Konflik
Para pemuda dan kelompok
pemuda punya peran tak tergantikan dalam menjembatani perdamaian antar
agama. Diskriminasi dalam bentuk islamophobia, chrostianophobia, dan lain
lain harus dimusnahkan dengan mengangkat nilai toleransi dan perlindungan dari
kelompok ekstremis.
Pendekatan multikultural
merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan guna mengeliminasi setidak-tidaknya
mengurangi konflik sosial yang sering muncul selama ini terutama konflik
antaretnis dan antaragama di Indonesia yang masyarakatnya memang multietnis dan
multiagama. (Rahawarin, 2013)
Selain Pemahaman
multikulturalisme, integrasi semua pihak dan solidaritas perlu ditingkatkan.
Kita perlu mengembangkan generasi cinta damai yang pintar, sebuah generasi yang
mampu mengelola berbagai perbedaan bangsa demi pembangunan.Komunikasi antar
budaya dan agama perlu terinterpretasikan dengan arif, oleh karenanya
dibutuhkan lahirnya para pemimpin teladan yang cinta damai.
Kita di Indonesia selalu
bersemboyan Bhinneka tunggal Ika yang berarti “berbeda beda tapi satu”.
Selayaknya kita membenahi diri dan menunjukan nilai toleransi yang kita elu
elukan sebagai semboyan bangsa dalam kehidupan kita sehari hari. Diperlukan
keseriusan dalam mewujudkan spirit kesatuan dalam kebhinekaan atau kesepakatan
dalam perbedaan dengan didukung penuh terutama oleh para tokoh agamawan,
cendekiawan, dan Negara.
Perdamaian tidak mungkin bisa
dicapai tanpa adanya sikap toleransi dari semua pihak. Mari kita mulai dari
diri kita sendiri, dan didik generasi cinta damai untuk memimpin di masa depan
nanti.
Dari benih benih yang kita
tanamkan, suatu saat akan menumbuhkan para pemuda teladan calon pemimpin yang
toleran pembawa perdamaian. Oleh karena itu, Budaya saling mengerti dan
menghormati dalam toleransi yang mulai redup harus kita hidupkan kembali.
Jangan ada diskriminasi antar agama dan etnis akan berujung konflik tragedi
terulang kembali di negri pertiwi.
SUMBER
Hapsin, A.,
Komarudin, & Imroni, M. A. (2014). Urgensi Regulasi Penyelesaian Konflik Umat
Beragama: Perspektif Tokoh Lintas Agama. Walisongo , 351-280.
Muqoyyidin, A.
W. (2012). Potret Konflik Bernuansa Agama di Indonesia. Analisis , 315-340.
Rahawarin, Y.
(2013). Kerjasama Antar Umat Beragama: Studi Rekonsiliasi Konflik Agama
di Maluku dan Tual. Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam , 95-120.
Supriyanto.
(2013). Perdamaian dan Kemanusiaan dalam Pandangan Islam. Kalam: Jurnal
Studi Agama dan Pemikiran Islam , 307-320.
Susan, N.
Pengembangan Perdamaian antar Komunitas Beragama.
The Baku Youth
Initiative. (2008). Beyond Religious Differences. Baku Conference (págs.
1-6). Baki: The Baku Youth Initiative.
Tong, S. (2010).
Agama dan Misi Perdamaian. Reformed Center For Religion & Society (págs.
2-3). Jakarta: Reformed Center For Religion & Society.
Widagdo, H. H.
(2013). Dualisme Agama : Menilik Peranannya atas Kedamaian dan Kesengsaraan.
ESENSIA , 146-160.
Yunus, F. M.
(2014). Konflik Agama di Indonesia. Substansia , 216-228.
Yusuf, H. O.
(2013). Promoting Peaceful Co-Existence and Religious Tolerance through Supplementary
Readers and Reading Comprehension Passages in Basic Education
Curriculum. International Journal of Humanities and Social Science
, 224-232.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar