MAKALAH
PANCASILA
SEBAGAI FILSAFAT
PENDIDIKAN
NASIONAL
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Filsafat Pendidikan
Dosen :
Dr. H. Sarbaini, M.Pd
OLEH :
KELOMPOK 9
Andya Agisa [1610112220003]
Ahmad Riduan [1610112210002]
Dyah Novita Purnamasari [1610112220008]
Hary Reinhard [1610112210011]
Ramadhan Saputra [1610112210022]
Syahrul Hidayat [A1A215037]
Wahyuni Chaeruddin [1610112320025]
Yulia Hendriyanti [A1A215038]
FAKULTAS
KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN PANCASILA & KEWARGANEGARAAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia
Allah SWT. Atas izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi
Besar Muhammad SAW. Beserta keluargaNya, para sahabatNya, dan seluruh ummatNya
yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi
tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan yang berjudul “Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional”.
Kami
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini, khususnya kepada bapak Dr. H. Sarbaini, M.Pd selaku Dosen mata kuliah
Filsafat Pendidikan yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami
memperoleh banyak manfaat setelah menyusun makalah ini.
Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Karena itu kami mengharapkan saran dan kritik
konstruktif demi perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan kami semoga
makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.
Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa memberikan
manfaat kepada pembaca.
Banjarmasin, April 2017
Kelompok 9
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................... 3
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang........................................................................ 4
B. Rumusan
Masalah................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan..................................................................... 5
D. Manfaat Penulisan................................................................... 5
BAB 2
Pembahasan
A. Pengertian
Filsafat................................................................... 6
B. Landasan
Filosofis Pendidikan Nasional................................. 7
C. Sstem
Pendidikan Nasional..................................................... 8
D. Pancasila
Sebagai Filsafat Pendidikan..................................... 9
E. Hubungan Pancasila
Dengan Sistem Pendidikan................... 11
F. Aspek
Ontologis, Epistemologis, & Aksiologi Dalam Filsafat
Pendidikan Pancasila............................................................. 11
BAB 3
Penutup
A. Kesimpulan........................................................................... 15
B. Saran..................................................................................... 15
Daftar Pustaka................................................................................... 16
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pancasila sebagai dasar filsafat
serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak
serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang terjadi pada
ideologi-ideologi lain di dunia, namun terbentuknya Pancasila melalui proses
yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila yang
diterapkan di Indonesia bila dibandingkan dengan ideologi besar lain di dunia
mempunyai suatu perbedaan. Di satu sisi terkadang perbedaan tersebut terasa
dekat dan tipis, tetapi di sisi lainnya perbedaan tersebut sangat jauh dan
sangat berbeda.
Suatu
masyarakat atau bangsa menjadikan filsafat sebagai suatu pandangan hidup yaitu
merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan
bangsa tersebut, tanpa terkecuali aspek pendidikan. Filsafat yang dikembangkan
harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa, sedangkan pendidikan
merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai
filsafat tersebut.
Pendidikan
sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem norma
tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang
dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu
masyarakat. Untuk menjamin supaya pendidikan dan prosesnya efektif, maka
dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas
normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
Filsafat
merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai
pendidikan. Hubungan filsafat dan pendidikan menjadi sangat penting, sebab
filsafat menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat
pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai
media untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan
nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Filsafat menetapkan ide-ide dan
idealisme sedangkan pendidikan merupakan usaha dalam merealisasikan ide-ide
tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku dan membina kepribadian
manusia.
Bruner
dan Burns dalam bukunya Problem in
Education and Philosophy mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah
merupakan tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing kearah kebijaksanaan.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan realisasi dari
ide-ide filsafat, filsafat memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan
sebagai wadah pembinaan manusia yang telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga
pendidikan dan aktivitas pendidikan.
Dari
uraian tersebut di atas diperoleh hubungan fungsional antara filsafat dengan
teori pendidikan. Filsafat dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan
yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori
pendidikan dan memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran
filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata serta
memberi petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi
ilmu pendidikan. Dengan mendasarkan pada hal di atas maka terdapat sejumlah
pertanyaan mendasar, apakah implementasi sistem pendidikan nasional bangsa ini
sudah mencerminkan pandangan-pandangan filosofis yang berakar pada Pancasila?
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
definisi mengenai Filsafat?
2. Bagaimana
landasan filosofis pendidikan nasional ?
3. Bagaimana
sistem pendidikan nasional?
4. Bagaimana
pancasila sebagai filsafat pendidikan?
5. Apa
hubungannya pancasila dengan sistem pendidikan?
6. Bagaimana
aspek ontologis, epitemologis dan aksiologi dalam filsafat pendidikan
pancasila?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Adapun tujuan
penulis dalam penulisan makalah ini ialah
-
Tujuan Umum : Sebagai media pembelajaran mahasiswa
-
Tujuan Khusus :
1. Agar
mahasiswa mengetahui apa yang dimaksud dengan Filsafat
2. Agar
mahasiswa mengetahui bagaimana landasan filosofis pendidikan nasional.
3. Agar
mahasiswa mengetahui bagaimana sistem pendidikan nasional.
4. Agar
mahasiswa mengetahui bagaimana pancasila sebagai filsafat pendidikan.
5. Agar
mahasiswa mengetahui apa hubungannya
pancasila dengan sistem pendidikan.
6. Agar
mahasiswa mengetahui bagaimana aspek ontologis, epitemologis dan aksiologi
dalam filsafat pendidikan pancasila.
D.
MANFAAT
PENULISAN
-
Sarana
membaca
-
Media
pembelajaran
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
FILSAFAT
Filsafat dapat
diartikan sebagai cara hidup manusia sepanjang kehidupan nya di dunia.
Cita-cita manusia selalu berkaitan dengan falsafa kehidupannya.
Kata filsafat
berasal dari bahasa inggris dan bahasa yunani. Dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy sedangkan dalam bahasa Yunani
philein atau philos dan sofein atau sophi. Ada pula yang mengatakan bahwa
filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah,
yang artinya al-hikmah. Philos, arinya
cinta sedangkan sophia, artinya kebijaksanaan. Dengan demikian, filsafat
dapat diartikan “cinta kebijaksanna atau al-hikmah.” Orang yang mencintai atau
mencari kebijaksanaan atau kebenaraan disebut dengan filsuf. Filsuf selalu
mencari kebenaran dan kebijaksanaan tanpa mengenal batas.
Mencari
kebenaran dan pendekatan filsofis yang radikal dan kontemplatif, yaitu mencari
kebenaran hingga ke akar-akarnya yang dilakukan secara mendalam. Beberapa
definisi filsafat dikemukakan sebagai berikut.
1. Filsafat
adalah proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber
kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Alat yang
digunakan untuk mencari kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam
berpikir. Dengan demikian, kebenaran berpikir yang rasional, logis,
sistematis,kritis, radikal, dan universal.
2. Filsafat
adalah pengetahuan tentang cara berpikir terhadap segala sesuatu atau sarwa
sekalian alam. Artinya, materi pembicaraan filsafat adalah segalah hal yang
menyangkut keseluruhan yang bersifat universal. Dengan demikian, pencarian
kebenaran filosofi tidak pernah berujung dengan kepuasan dan tidak mengenal
pemutlakan kebenaran. Bahkan, untuk suatu yang “sudah” dianggap benar pun,
kebenarannya masih di ragukan. Dikatakan mengenal kata puas karena kebenaran
akan mengikuti situasi dan kondisi dan alam pikiran manusia yang haus dengan
pengetahuan.
B.
LANDASAN
FILOSOFIS PENDIDIKAN NASIONAL
Landasan filosofis
pendidikan nasional adalah Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Landasan filosofis pendidikan nasional berasumsi
sebagai berikut:
1. Segala
sesuatu berasal dari Tuhan sebagai pencipta. Hakikat hidup bangsa Indonesia
adalah berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan perjuangan yang didorong oleh
keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan. Selanjutnya, keinginan
luhur, yaitu:
(a) negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur;
(b) melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh bangsa tumpah darah Indonesia;
(c) memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa;
(d) ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
2. Pancasila
merupakan mazhab filsafat tersendiri yang dijadikan landasan pendidikan, bagi
bangsa Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
dalam pasal 2, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.
3. Manusia
adalah ciptaan Tuhan, bersifat mono-dualisme dan monopluralisme. Manusia yang
dicita-citakan adalah manusia seutuhnya, yaitu manusia yang mencapai
keselarasan dan keserasian dalam kehidupan spiritual dan keduniawian, individu
dan sosial, fisik dan kejiwaan.
4. Pengetahuan
diperoleh melalui pengalaman, pemikiran, dan penghayatan.
5. Perbuatan
manusia diatur oleh nilai-nilai yang bersumber dari Tuhan, kepentingan umum dan
hati nurani.
6. Pendidikan
nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
7. Kurikulum
berisi pendidikan umum, pendidikan akademik, pendidikan kejuruan, pendidikan
luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, dan pendidikan
profesional.
8. Mengutamakan
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan penghayatan. Berbagai metode dapat dipilih
dan dipergunakan dalam rangka mencapai tujuan.
9. Peranan
pendidik dan anak didik pada dasarnya berpegang pada prinsip keteladanan ing
ngarso sung tulado, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani.
C.
SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL
Sistem pendidikan yang
dialami sekarang ini merupakan hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam
sejarah pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri,
tetapi selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi, dan
budaya (Jalaludin, 2007:168).
Pendidikan memiliki
peran yang sangat strategis dalam menunjang kemajuan sebuah bangsa. Pasal 2 UU
No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pasal 3 UU No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga menyebutkan bahwa Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Apa yang tertuang dalam
kedua pasal tersebut di atas secara jelas menyatakan bahwa pendidikan sangat
bernilai strategis untuk diwujudkan dalam rangka kemajuan peradaban bangsa
Indonesia ini. Aspek-aspek yang hendak diwujudkan melalui sistem pendidikan
nasional secara komprehensif adalah dalam rangka membentuk manusia Indonesia
yang diidealkan, yakni memenuhi semua tuntutan kodrat kemanusiaan manusia.
Pendidikan, selain
sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, sosial budaya, juga merupakan sarana
untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya yang sekali lagi
hanya dapat dilakukan melalui pendidikan. Suatu bangsa akan menajdi kuat dengan
sistem pendidikannya yang kuat dan baik kualitasnya.
Pendidikan suatu bangsa
akan secara otomatis mengikuti ideologi bangsanya. Oleh karenanya sistem
pendidikan nasional Indonesia dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas
Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa Indonesia, tujuan nasional dan
hasarat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam Pembukaan UUD 1945 sebagi
perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam
sistem pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan
pandangan hidup Pancasila. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa filsafat
pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional, sedangkan filsafat pendidikan
pancasila adalah subsistem dar sistem negara Pancasila. Dengan kata lain,
sistem negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai
subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat (Jalaludin, 2007:170).
Dengan melihat dan
memerhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi negara dan bangsa,
khususnya dalam menumbuh kembangkan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang pada
akhirya menentukan eksistensi dan martabat banga, maka sistem pendidikan
nasional dan filsafat pendidikan Pancasla seharusnya terbina dengan konsisten .
Filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek ruhaniah atau spiritual sistem
pendidikan nasional (Jalaludin, 2007:170).
Oleh karenanya menjadi
sangat logis bahwa sistem pendidikan nasional yang dibangun dan hendak
ditumbuhkembangkan dengan baik harus dijiwai oleh sistem filsafat pendidikan
Pancasila. Filsafat pendidikan Pancasila sebagai fondasi yang akan membantu
mewujudkan manusia yang diidealkan oleh Pancasila yang dapat berkembang
sempurna semua aspek kediriannya.
D.
PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT
PENDIDIKAN
Dalam kehidupan suatu bangsa,
pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan
kelangsungan kehidupan bangsa. Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada
Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945 yang di dalamnya diatur bahwa pendidikan
diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajaran
nasional. Aristoteles mengatakan, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan
didirikannya suatu negara (Rapar; 1988).
Demikian juga dengan Indonesia,
pendidikan selain sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, sosial budaya juga
merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya.
Suatu bangsa menjadi kuat serta menguasai bangsa-bangsa lainnya dengan sistem
pendidikannya yang kuat demikian juga sebaliknya sistem pendidikan yang lemah
akan menjadikan suatu bangsa tidak berdaya (Tadjab; 1994). Pendidikan
suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu bangsa yang
dianutnya.
Filsafat adalah berfikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran, filsafat pendidikan
adalah pemikiran yang mendalam tentang pendidikan berdasarkan filsafat,
apabila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari
filsafat pendidikan, bahwa Pancasila pandangan hidup bangsa yang menjiwai dalam
kehidupan sehari-hari. Karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia
wajar apabila dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Cita dan
karsa bangsa Indonesia diusahakan secara melembaga dalam sistem
pendidikan. nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan,
pandangan hidup dan folosofi tertentu, inilah dasar pikiran mengapa filsafat
pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional dan sistem filsafat pendidikan
Pancasila adalah sub sistem dari sistem negara Pancasila.
Dengan memperhatikan fungsi
pendidikan dalam membangun potensi bangsa, khususnya dalam melestarikan
kebudayaan dan kepribadian bangsa yang ada pada akhirnya menentukan eksistensi
dan martabat bangsa, maka sistem pendidikan nasional dan filsafat pendidikan
pancasila seyogyanya terbina secara optimal supaya terjamin tegaknya
martabat dan kepribadian bangsa. Filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah
atau spiritual sistem pendidikan nasional, tiada sistem pendidikan nasioanal
tanpa filsafat pendidikan.
Sistem pendidikan yang dialami
sekarang merupakan hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah
pengalaman bangsa di masa lalu. Pendidikan tidak berdiri sendiri, tapi selalu
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
Menteri Pengajaran dan Kebudayaan (PM), mengeluarkan instruksi yang dikenal
dengan nama “Sapta Usaha Tama dan Pancawadharna” yang isinya antara lain
bahwa Pancasila merupakan asas Pendidikan nasional. Pendidikan suatu bangsa
akan secara otomatis mengikuti ideologi bangsa yang dianut. Karena system
pendidikan nasional Indonesia dijiwai, disadari dan mencerminkan identitas
Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita, tujuan nasional dan hasrat
luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan
jiwa dan nilai Pancasila. Cita dan karsa ini dilembagakan dalam system
pendidikan nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, dan
pandangan hidup Pancasila. Dengan kata lain, sistem Negara pancasila tercermin
dan dilaksanakan didalam berbagai subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat.
Dalam
kaitan Pancasila sebagai filsafat pendidikan maka harus dipahami bahwa
Pancasila sebagai pandangan hidup yang diyakini dan menjiwai kehidupan
masyrakatnya. Untuk mengidealisasikan dalam proses berbangsa maka harus ada
upaya yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat
dilaksanakan melalui proses pendidikan. Pancasila meenjadi sumber nilai untuk
mengarahkan proses pendidikan yang menyangkut secara jelas out put
pendidikannya agar mampu menghasilkan manusia Indonesia yang diidealkan
sebagaimana yang dikehendaki, yakni manusiayang mampu mengenali seluruh potensi
kediriannya sehingga mampu menjalankan kehidupanya dengan penuh tanggung jawab
dalam semua aspek atau dimensi kehidupannya.
E. HUBUNGAN PANCASILA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN
Pancasila adalah dasar Negara
Indonesia yang merupakan fungsi utamanyadan dari segi materinya digali dari
pandangan hidup dan kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988. 17). Pancasila
merupakan dasar Negara yang membedakan dengan bansa lain. Filsafat adalah cara
berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran sesuatu. Sementara
filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang kependidikan
berdasarkan filsafat. Bila kita hubungkan fungsi pancasila dengan sistem
pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan maka dapat kita jabarkan bahwa
pancasila adalah pandangan hidup bengsa yang menjiwai sila-silanya dalam
kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila pancasila, diperlukan
pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai pancasila itu
dapat dilaksanankan. Dalam hal ini tentunya pendidikanlah yang berperan utama.
Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia yang menjiwai dalam sstem pendidikan nasional, dengan
perkataan lain bila dihubungkan Pancasila dengan kanyataan yang ada dalam
system pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan, karena pendidikan nasional
itu dasarnya adalah pancasiladan UUD 1945. Jadi ini merupakan kesatuan yang
utuh.
F.
ASPEK ONTOLOGIS, EPISTEMOLOGIS &
AKSIOLOGIS FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA
1.
Aspek Ontologis Filsafat Pendidikan
Pancasila
Ontologi adalah cabang filsafat yang masalah pokoknya adalah
mempertanyakan mengenai kenyataan atau realitas. Persoalan-persoalan ini
identik dengan pembicaraan mengenai hakikat “ada”. Hakikat “ada” dapat berarti
tidak apa-apa, karena merujuk dan menunjuk pada hal umum (abstrak umum
universal). Hampir sama dengan
aristoteles yang mengungkap bahwa ontologism adalah ilmu yang meyelidiki hakikat
sesuatu atau tentang ada, keberadaan atau eksistensi dan
disamakan artinya dengan metafisika.
Pengertian ini baru menjadi kongkret sejauh diberikan sesuatu
dibelakangnya (Sutrisno, 1984:82). Demikian halnya dengan Pancasila sebagai
filsafat, ia memiliki isi yang abstrak umum dan universal. Pengertian abstrak
umum dan universal dalam hal ini adalah pengertian pokok yang terdapat dalam
setiap unsur-unsur sila dari Pancasila. Pancasila terdiri dari sila-sila yang
mempunyai awalan dan juga kahiran, yang dalam tata bahasa membuat abstrak; dari
kata dasarnya yang artinya meliputi hal yang jumlahnya tidak terbatas dan tidak
berubah, terlepas darii keadaan, tempat dan waktu. Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia yang menjiwai sistem pendidikan nasional tidak bisa
dipisahkan denga kenyataan yang ada, karena pendidikan nasional itu dasarnya
adalah Pancasila dan UUD 1945, sehingga hal ini menjadi bentuk kesatuan yang
utuh.
Hal inilah yang kemudian secara konsisten harus masuk didalam
tujuan dari sistem pendidikan nasional yang disebutkan untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2. Aspek Epistemologis Filsafat Pendidikan Pancasila
Epistemologi ialah studi filsafat yang berfokus pada sumber,
syarat, dan proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas validitas, serta hakikat
ilmu pengetahuan. Melalui filsafat kita dapt menentukan tujuan-tujuan yang akan
dicapai demi peningkatan ketenangan da kesejahteraan hidup, pergaulan dan
berwarga negara. Epistemologi
merupakan cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan
cakupan pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta
pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Sedangkan D.W.
Hamlyan mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya
serta secara umum hal itu dapat diandalkan sebagai penegasan bahwa orang
memiliki pengetahuan.
Menurut Titus (1984
: 20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
a) Tentang sumber pengetahuan manusia
b) Tentang teori kebenaran pengetahuan
manusia
c) Tentang watak pengetahuan manusia
Secara epistemologis Pancasila
sebagai filsafat yaitu sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai
suatu sistem pengetahuan. Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang
ada pada bangsa Indonesia sendiri. Sedangkan susunan Pancasila sebagai suatu
sistem pengetahuan yaitu Pancasila memiliki susunan yang bersifat
formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari
sila-sila Pancasila itu.
Sebagai suatu paham epistemologi,
maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas
nilai dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak
dalam hidup manusia.
Epistemologi menyelidiki sumber,
proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu. Epistemologi Pancasila
secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas Maha sumber ialah Tuhan,
yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang
tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian manusia
sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal, rasa, karsa,
cipta, karya dan budi nurani.
3. Aspek Aksiologis Filsafat Pendidikan Pancasila
Aksiologi merupakan
cabang filsafat yang memfokuskan perhatian pada persoalan nilai. Nilai tidak
akan timbul dengan sendirinya, nilai timbul karena manusia memiliki bahasa yang
digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Sehingga masyarakat menjadi wadah
timbulnya nilai. Dikatakan memiliki nilai apabila berguna, benar, bermoral,
etis dan bernilai religius. Dengan demikian Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa memiliki nilai-nilai; ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyataan dan
keadilan. Nilai ideal, material, spiritual, dan nilai positif dan juga nilai
logis, estetika, etis, sosial dan religius (Jalaludin, 2007:179).
Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan,
disukai atau yang baik. Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila
mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila Pancasila merupakan cita-cita, harapan, dambaan
bangsa Indonesia yang akan diwujudkan dalam kehidupannya. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila itu memiliki tingkatan dan bobot yang berbeda, namun
tidak saling bertentangan. Pancsila merupakan substansi utuh atau kesatuan
organik (Kaelan, 2013:162-163).
Dalam filsafat Pancasila, terdapat tiga tingkatan nilai,
yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
-
Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan,
nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
-
Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial
dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan
mekanisme lembaga-lembaga negara.
-
Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita
laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar
dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nilai-nilai dalam Pancasila termasuk
nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai
intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat,
berbansa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia
merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila),
yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan dan berkeadilan sosial.
Aksiologi menyelidiki pengertian,
jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi
Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya. Seluruh
kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan tindakannya.
Sumber nilai dan kebajikan bukan saja kesadaran akan Ketuhanan yang mahaesa,
tetapi juga adanya potensi intrinsik dalam kepribadian, yakni: potensi cinta
kasih sebagai perwujudan akal budi dan nurani manusia (berupa kebajikan). Azas
dan usaha manusia guna semakin mendekati sifat-sifat kepribadiannya adalah
cinta sesama. Nilai cinta inilah yang menjadi sumber energi bagi darma bakti
dan pengabdiannya untuk selalu berusaha melakukan kebajikan-kebajikan. Azas
normatif ini bersifat ontologis pula, karena sifat dan potensi pribadi manusia
berkembang dari potensialitas menuju aktualitas, darireal-self menuju ideal-self,
bahkan dari kehidupan dunia menuju kehidupan kekal. Garis menuju perkembangan
teleologis ini pada hakikatnya ialah usaha dan dinamika kepribadian yang
disadari (tidak didasarkan atas motivasi cinta, terutama cinta diri).
Nilai instrinsik ajaran filsafat
Pancasila sedemikian mendasar, komprehensif, bahkan luhur dan ideal, meliputi:
multi-eksistensial dalam realitas horisontal; dalam hubungan teleologis;
normatif dengan mahasumber kesemestaan (Tuhan dengan ‘ikatan’ hukum alam dan
hukum moral yang psikologis-religius); kesadaran pribadi yang natural, sosial,
spiritual, supranatural dan suprarasional. Penghayatannya pun
multi-eksistensial, bahkan praeksistensi, eksistensi (real-self dan ideal-self),
bahkan demi tujuan akhir pada periode post-existence (demi
kehidupan abadi), menunjukkan wawasan eksistensial yang normatif-ideal.
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Adapun
beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil dari penulisan makalah ini ialah
1. Filsafat
pendidikan Pancasila sebagai ruh dari sistem pendidikan nasional di Indonesia
harus benar-benar dihayati sebagai sumber nilai dan rujukan dalam perencanaan
strategis dibidang pendidikan di Indonesia. Segenap perubahan yang dimungkinkan
dalam sebuah sistem pendidikan nasional, sebagai sebuah keniscayaan dalam
menghadapi semua perubahan jaman, harus mempertimbangkan Pancasila sebagai
kerangka acuan, yang berarti perubahan yang dimungkinkan adalah perubahan yang
tidak berkaiatan dengan nilai dasarnya tetapi perubahan dalam aspek
instrumentalnya, sebagaimana misalnya dalam kebijakan Kurikulum 2013 saat ini.
2. Filsafat
Pendidikan Pancasila harus diimplementasikan secara nyata dan konsisten agar
pembangunan manusia Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam cita-cita
besar bangsa Indonesia dapat tercapai dengan prinsip-prinsip dasar dari nilai
Pancasila yaitu prinsip religiusitas, perwujudan dan penghargaan atas nilai
kemanusiaa, berpegang teguh pada jiwa persatuan sebagai bangsa, semangat
menghargai perbedaan dan penghormatan pada kehidupan yang demokratis serta
perwujudan nilai-nilai keadilan, yang semuanya harus terwujudkan melalui proses
pendidika yang bermartabat sebagaimana diciata-citakan Pancasila.
B.
SARAN
Dewasa ini pengamalan pengamalan
Pancasila semakin memudar terlebih lagi di era globalisasi, sehingga mengancam
mental dan kepribadian bangsa Indonesia. Hal ini harus segera ditangani dengan
cara meningkatkan penanaman pengamalan Pancasila melalui pendidikan yang
seutuhnya, jadi tidak sebatas teori tetapi juga diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dari setiap warga negara akan
pentingya pengamalan Pancasila dan mempertahankannya
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sutono. 2015. “Meneguhkan Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan
Nasional”. Jurnal Ilmiah Civis, volume 5, Nomor 1, Januari 2015.
Kaelan.
1996. Filsafat Pancasila.
Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan.
2016. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
http://islamiceducation001.blogspot.co.id/2015/05/pancasila-sebagai-dasar-filsafat.html- Diakses pada tanggal 18 April 2017.